Senin, 13 Juli 2009

CINTAAAA?...

jika engkau cinta, maka dakwah adalah kefahaman.
jika untuk cinta, dakwah adalah keikhlasan.
jika untuk cinta, dakwah adalah amal.
jika untuk cinta, dakwah adalah jihad.
jika untuk cinta, dakwah adalah taat.
jika untuk cinta, dakwah adalah pengorbanan.
jika untuk cinta, dakwah adalah keteguhan.
jika untuk cinta, dakwah adalah totalitas.
jika untuk cinta, dakwah adalah kepercayaan.
jika untuk cinta, dakwah adalah persaudaraan" .

itulah jika cinta, tidak mungkin tinggal diam tanpa gerak, karena jika tidak melahirkan gerakan, maka cinta itu adalah palsu. Kalau bukan karena cinta, buat apa kita bangun pagi-pagi, memimpin syuro dibalik hijab, saat yang lain masih menikmati dinginya pagi dibalikselimut.

Kalau bukan karena cinta...
Buat apa kita rela, malam – malam menelusuri setiap sudut papan pengumuman kampus untuk menempelkan pamflet agenda dakwah, saat yang lain sudah bermimpi indah. Kalau bukan karena cinta, buat apa kita rela memakai uang kiriman bulanan untuk membiayai agenda dakwah, saat kebutuhan yang lain menggoda untuk dipenuhi.

Kalau bukan karena cinta...
Buat apa kita rela menawarkandakwah ini dari pintu ke pintu, sedangkan amanah orang tua, jauh – jauh datanguntuk kuliah.

Cinta…
Kalau bukan karena cinta, maka lidah ini hanya akan membisu, kelu. Tiada kata terucap. Tiada getaran di tenggorokan yang menyebarkan gema indah dalam tabung pita-pita suara. Hanya kelu dan bisu yang menyapu seluruh suasana kelabu. Mungkin sendu. Mungkin juga pilu.

Kalau bukan karena cinta...
Tentu hanya logika yang bekerja. Tiada rasa. Tiada perasaan. Tiada emosi. Semua diukur dalam pandangan pragmatis belaka. Melihat siapa yang untung dan siapa yang buntung. Asalkan bukan diri yang mengukir rugi, semua bisa diambil. Tiada visi dengan hati. Hanya sekedar obsesi dengantujuan materi.Kalau bukan karena cinta, tentu lidah ini akan setajam pisau. Menyayat hati tanpa rasa bersalah dan empati. Tentu sudah banyak caci dan makian mengguncang dunia. Tentu banyak telinga yang merah dan wajahnya. Tentu banyak ungkapan batu yang keras dan pedas. Kasarnya kata juga selalu biasa. Karenanya kelembutan tercipta dalam ramah dan tamah kepada siapa yang memberi sumpah dan serapah sampah.

Kalau bukan karena cinta...
Tentu tangis terus menggema di seluruh penjuru angkasa. Ribuan nyawa mengaku berputus asa dan obatnya adalah memutus nyawa. Jutaan bahkan milyaran manusia lapar hanya masuk berita pagi dan sorenya artis cerai. Koran-koran dan tivi dipenuhi berita pernikahan anaknya si anu.

Cinta…
Kalau bukan karena cinta, tentu tidur adalah aktifitas paling membanggakan semua ummat. Tiada perlu empati pada manusia. Tiada perlu simpati. Tidak perlu merasa bertanggung jawab akan situasi diri dan negeri. Tinggal duduk menanti ajal menyapa di kala terbuai mimpi. Menjadi manusia apatis yang sesekali meringis membaca kisah-kisah sok romantis. Tidak perlu baju rapi necis nan klimis sekedar menyedapkan hari-hari senin dan kamis.

Kalau bukan karena cinta....
Kalau bukan karena cinta, kenapa aku masih dijalan dakwah ini ?

DRI milis kammi banten

Jumat, 03 Juli 2009

Da’wah kita

Da’wah adalah peroses membahasa bumikan nilai-nilai keislaman dalam kesehari-harian di segala bidang. Para Rosul dan Nabi telah mengemban amanah ini. Di mana Nabi berikutnya melanjutkan dan menyempurnakan pekerjaan Nabi terdahulu. Hingga akhirnya nabi akhir zaman. Da’wah memang pekerjaan kenabian yang kemudian di wariskan pada para pengikutnya. Hingga akhir zaman kelak.

Peroses da’wah ini harus di pikul secara indifidu dan kelompok oleh umat Islam. Karena Allah Saw, telah mewajipkan kaum muslimin dan muslimat untuk menyeru/berdakwah kejalan Allah swt.

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(an-Nahl: 125)

Ayat di atas mengandung perintah dari Allah untuk mengajak manusia kejalan-Nya. Rosul SAW, dan seluruh pengikut-Nya dari kaum muslimin. Mukalaf terkena beban kewajipan da’wah, Allah swt juga memerintahkan untuk membentuk umat yang senantiasa selalu berdakwah, amar ma’ruf nahi mungkar sebagaimana firmannya:

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(Ali-Imron 104)

Umat yang di kehendaki Allah swt. Memiliki karakteristik senantiasa berda’wah kepada kebaikan, amar ma’ruf dan nahi mungkar. Allah swt. Menyebutkan amarma’ruf nahi mungkar sebagai karakter pokok lelaki maupun perempuan yang beriman:

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(at-taubah: 71)

Sesungguhnya da’wah yang di contohkan Rosulullah adalah totalitas, mencakup segala sisi, kehidupan manusia dan tidak tambal sulam, artinya jikamau merobohkan pohon, tidak di mulai dengan memotong daunnya, satu persatu, melainkan dengan mengangkat hingga keakar-akar pohon. Hingga pekerjaan selesai hingga tuntas.

Bermula dari penanaman Aqidah tauhid yang bersih dari segala unsure syirik, Rosulullah melaksanakan nilai-nilai islam secara bertahap. Sehingga dengan landasan Islam yang kuat maka akan terbentuk tatanan sosial, ekonomi, politik hingga daulah islamiyah.

NIKAH !......

Kebimbangan itulah perasaan yang sering muncul di hati para lajang tatkala harus memutuskan dengan siapa ia akan menikah. Perasaan ini wajar muncul, karena keputusan menikah adalah keputusan besar yang akan mempengaruhi jalan hidup seseorang, karenanya mereka akan berhati-hati dalam menentukan calon pendamping hidupnya.

Duhai...
Betapa mulianya kedudukan seorang wanita, apalagi bila ia seorang wanita beriman yang mampu membina dan menjaga keindahan cahaya Islam hingga memenuhi setiap sudut rumahtangganya.

Duhai…..
Dalam Islam, kehidupan manusia bukan hanya untuk dunia fana ini saja, karena masih ada akhirat. Memang, setiap manusia telah diciptakan berpasangan, namun tak hanya dibatasi dunia fana ini saja. Seseorang yang belum menemukan pasangan jiwanya, insya Allah akan dipertemukan di akhirat sana, selama ia beriman dan bertaqwa serta sabar atas ujian-Nya yang telah menetapkan dirinya sebagai lajang di dunia fana. Mungkin sang pangeran pun tak sabar untuk bersua dan telah menunggu di tepi surga, berkereta kencana untuk membawamu ke istananya.

Bukankah kalau sudah saatnya tiba, jodoh tak akan lari kemana. Karena sejak ruh telah menyatu dengan jasad, siapa belahan jiwamu pun telah dituliskan-Nya.

Sabarlah ukhti sholehah...
Bukankah mentari akan selalu menghiasi pagi dengan kemewahan sinar keemasannya. Malam masih indah dengan sinar lembut rembulan yang dipagar bintang gemintang. Kicauan bening burung malam pun selalu riang bercanda di kegelapan. Senyumlah, laksana senyum mempesona butir embun pagi yang selalu setia menyapa.

Hapuslah air mata di pipi dan hilangkan lara di hati. Terimalah semua sebagai bagian dari perjalanan hidup ini. Dengan kebesaran hati dan jiwa, dirimu akan menemukan apa rahasia di balik titian kehidupan yang telah dijalani. Hingga, kelak akan engkau rasakan tak ada lagi riak kegelisahan dan keresahan saat sendiri.

Kualitas Keberagamaan
Agama merupakan keyakinan yang mempengaruhi hati, fikiran perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga orang yang mempunyai pemahaman serta pengalaman agamanya yang baik akan sangat terbantu dalam mengatasi berbagai masalah. Kondisi ini pada akhirnya akan mempengaruhi kebahagiaan dan kelanggengan sebuah perkawinan.

Memiliki Komitmen Untuk Mengembangkan Diri
Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya msing-masing. Namun setiap orang juga memiliki kesempatan untuk berkembang. Penting bagi kita untuk memiliki komitmen pengembangan pribadi ini, yaitu bagaimana seseorang memahami kekurangan yang ada, belajar dari kesalahan dan mau mendengarkan nasihat orang lain. Semua hal tersebut bermuara pada bagaimana ia membangun dan mengembangan dirinya agar menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih bijak.

Keterbukaan Emosional
Artinya adalah orang yang memiliki perasaan, mengetahui apa yang sedang dirasakan, mau berbagi perasaan dengan pasangannya dan mengetahui cara mengungkapkan perasaan. Keterbukaan Emosional menjadi modal penting dalam membangun komunikasi dengan pasangan kita, sedangkan komunikasi yang baik adalah modal penting dalam membangun rumah tangga harmonis.

Memiliki Integritas
Setiap orang mendambakan calon pasangan yang mempunyai integritas diri. Kita menginginkan orang yang, jujur, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, dalam hal ini terutama dengan pasangannya, kita juga ingin calon pasangan kita adalah orang yang tidak main-main dalam mengambil keputusan yang mempengaruhi masa depannya. Itulah makna integritas diri.

Kematangan dan Tanggung Jawab

Memiliki kematangaan berarti ia bisa mengurus dirinya sendiri, tahu mana yang baik/buruk buat dirinya. Sedangkan bertanggung jawab berarti dia memahami langkah yang dia ambil beserta resiko-resiko yang mungkin dihadapi.

Memiliki Harga Diri
Ingatlah agar seseorang bisa mencintai ia harus cinta pada dirinya sendiri. Karena itu lihatlah bagaimana cintanya ia pada dirinya sendiri. Kalau ia sendiri tidak mencintai dirinya, bagaimana mungkin ia bisa mencintai pasangannya?

Sikap Positif Terhadap Kehidupan
Mereka yang memiliki sikap hidup positif akan berusaha mengubah segala kendala menjadi peluang, dan biasanya percaya bahwa segalanya akan bisa menjadi baik.

Itu semua kualitas ideal yang perlu dimiliki oeleh calon pasangan kita dan diri kita sendiri pada saat kita akan menikah. Namun situasi yang sejenis dengan itu, sering membuat kita tidak bisa berfikir jernih. Karena itu adalah hal-hal yang harus kita waspadai agar tidak salah paham dalam memilih pasangan. Hal-hal seperti ini mungkin akan membantu kita :

1. Jangan terlalu cepat memutuskan untuk menikah dengan si dia

Sediakan waktu yang cukup untuk memperoleh informasi yang memadai tentang calon pasangan anda tersebut. Ada beberapa hal yang perlu kita ketahui dari calon pasangan hidup kita itu:

a. Latar Belakang Kehidupan.
- Nasab/latar belakang keturunan mencakup hubungan keluarga asal, apakah berasal dari keluarga utuh, harmonis, atau broken home. Termasuk bentuk hubungan dengan saudara kandung

- Agama, norma-norma atau nilai-nilai status sosial ekonomi, suku, tradisi budaya keluarga asal.

- Adakah penyakit keturunan yang berhubungan dengan faktor genetic.

b. Masalah yang berkaitan dengan kualitas diri
- Kualitas Dien
- Akhlaq
- Tipe kepribadian (tertutup/terbuka, pendiam, periang, emosional, sabar)
- Pendidikan, kapasitas intelektual, profesi.
- Latar belakang organisasi, aktivitas sosial.
- Kemampuan problem solving
- Kepercayaan diri.

2. Jangan menikah di usia yang belum matang secara pribadi
Siap menikah berarti siap menghadapai masalah yang semuanya menuntut kedewasaan berfikir dan bersikap. Kedewasaan ini tidak bisa di ukur dengan usianya lebih dewasa dibanding mereka yang lebih tua.

Kedewasaan juga mempengaruhi dalam kita menentukan pilihan calon pasangan kita. Mereka yang kurang matang cenderung hanya terpukau pada hal-hal yang bersifat luaran saja.

3. Jangan memilih pasangan hanya untuk menyenangkan orang lain
Andalah orang yang beruntung atau yang menderita dengan pernikahan anda. Kalau pun ada faktor orang lain dalam mempertemukan antara anda dengan si dia pastikan bahwa anda sendirilah yang memutuskan bahwa dialah yang memang terbaik buat anda (tentunya beristiqarah terlebih dahulu).

4. Jangan menikah dengan harapan-harapan yang tidak realistis
Biasanya niatan awal menikah mempengaruhi masalah-masalah apa yang akan mendominasi selama kehidupan perkawinan. Kepuasan dalam kehidupan perkawinan dan terhadap tolak ukurnya berada pada harapan tersebut. Bila tidak terpenuhi akan menimbulkan kekecewaan.

5. Jangan menikah dengan seseorang yang memilki masalah kepribadian
Berhati-hatilah terhadap orang yang memiliki kepribadian yang sulit untuk dirubah, diperlukan pengertian dan lapang dada yang luar biasa untuk menghadapi orang seperti ini. Pada dasarnya setiap orang memiliki perilaku bermasalah, namun yang perlu menjadi perhatian adalah bagaimana kadar, intensitas dan frekwensinya seseorang yang masuk dalam kategori mengalami masalah kepribadian adalah bila memiliki prilaku bermasalah yang mendominasi keseharian dan mempengaruhi adaptasinya dengan orang lain. Biasanya orang seperti ini sering membuat orang lain atau dirinya sendiri merasa terganggu dan tidak nyaman dengan perilakunya.

Inna Mutmainnah, S.Psi.
Sumber: Majalah Safina No. 2/Th.1

Kamis, 02 Juli 2009

Bagaimana Menokohkan Diri Anda

Saat ini FSLDK mempunyai target untuk menokohkan kader dakwah kampus dengan harapan dapat memunculkan figur yang memang “jebolan” dakwah kampus, bagaimana cara Kita sebagai pribadi untuk meningkatkan kapasitas kita dan ketokohan kita di kampus, regional, maupun nasional ?
Saya termasuk salah satu orang yang terlibat dalam pembahasan target 1000 Tokoh Aktifis dakwah kampus dengan kawan-kawan dari kampus lain. Memang program ini masih belum berjalan dengan ideal, karena berbagai faktor antara lain; (1) belum siapnya kader dakwah kampus untuk menghadapi dunia luar lembaga dakwahnya, ciri eksklusif masih banyak terdapat pada kader dakwah kampus.(2) kerendahan hati para kader dakwah, sebuah sifat yang sangat terpuji, akan tetapi jika digunakan pada tempat yang salah akan berakibat pada tidak berkembangnya dakwah, saya berpesan agar kita tidak tawadhu salah tempat. (3) kelemahan pemanfaatan teknologi, kemajuan teknologi saat ini semakin berkembang, Anda bisa menjadi seorang yang dikenal luas dengan memanfaatkan teknologi ini, seorang tidak perlu bertemu langsung dengan Anda, akan tetapi ia akan dapat mempercayai Anda serta menganggap Anda seorang yang telah dikenal luas.(4) pendeknya masa perkuliahan, saya merasakan bahwa seorang kader matang saat tingkat tiga, sedangkan masa kuliah pada umumnya hanya 4 tahun, sehingga belum sempat seorang kader menokoh secara nasional, bahkan daerah, ia sudah keburu dikejar dengan kelulusan. (5) tidak merasa ( atau mungkin malu ) sebagai kader dakwah kampus. Beberapa kader pernah saya amati tidak merasa bisa “menjual” dirinya jika ia berpredikat kader dakwah kampus. Mungkin sebetulnya banyak kader yang telah tertokohkan, akan tetapi ia tidak dipandang sebagai kader dakwah kampus.
Melihat kenyataan serta tuntutan yang ada terkait ketokohan kader dakwah, perlu kiranya Anda secara pribadi yang menokhkan diri Anda. Saya mempunyai keyakinan bahwa Anda dapat menjadi tokoh yang bermanfaat bagi dakwah kampus. Anda mempunyai potensi sebagai pribadi, Anda punya lembaga dakwah yang menjadi lingkungan Anda belajar dan berdakwah dan Anda bisa memanfaatkan jaringan FSLDK sebagai pendukung ketokohan Anda di tingkat kampus, daerah, bahkan nasional.
Pernahkah Anda berpikir bahwa tidak ada definisi tokoh yang sama bagi setiap orang. Karena setiap orang mempunyai standar tersensdiri, kebutuhan idola tersendiri dan kebutuhan panutan yang berbeda-beda. Jadi setiap dari Anda bisa menjadi tokoh dengan potensi yang Anda miliki serta dengan jumlah massa pendukung yang memang akan terkena dampak ketokohan Anda.
Saya pernah menulis tentang bagaimana menokohkan kader dakwah, pada tulisan ini saya menyampaikan bahwa kader dakwah bisa menjadi tokoh dari berbagai pendekatan yang ada. Tergantung Anda bisanya menokoh dengan cara yang bagaimana. Apakah Anda sebagai sosok, religi, akademisi, olahragawan, seniman, aktifis mahasiswa, atau lainnya. Tahap pertama adalah menentukan jalur ketokohan Anda.
Seorang tokoh yang dibutuhkan saat ini adalah sosok tokoh yang moderat, dimana ia tidak terlalu ekstrem dalam berpikir, akan tetapi tetap dengan landasan berpikir yang kuat. Seorang tokoh yang disenangi adalah tokoh yang luwes, supel dan terbuka serta bisa berkomunikasi dengan orang banyak. Saat ini banyak kader yang mempunyai kapasitas pemahaman yang kuat, akan tetapi hanya sedikit sekali yang bisa membahasakannya kepada objek dakwah yang heterogen dengan baik, alhasil ia hanya bermanfaat bagi sesama kader saja.
Baiknya Akhlak serta budi perkerti dan tata bahasa menjadi daya tarik tersendiri, seorang yang berakhlak baik, dan memiliki prilaku yang sangat baik akan menimbulkan pull effect untuk menimbulkan keterkesanan dari masyarakat luas. Seorang tokoh diharapkan pula dapat memahami seni mengkritik dan dikritik dengan baik ( ada buku khusus dengan judul ini ). Karena perlu kita pahami semua, bahwa setiap kebijakan, pemikiran dan tindakan kita pasti ada yang menentang dengan berbagai alasan. Untuk menjadi tokoh yang bijak Anda perlu memahami seni mengkritik dan dikritik ini agar Anda bisa terus maju dan tidak mudah mundur karena kritikan seseorang. Memahami cara mengkritik perlu juga agar Anda tetap bisa menjaga citra sebagai sosok yang tidak asal ngomong. Dalam memahami masyarakat selain Anda perlu menyaring apa yang dikatakannya, Anda perlu juga memahami sebab atau latar belakang ia mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Anda, sehingga Anda bisa memberikan antitesis yang tepat sasaran.
Tokoh bergaul dengan tokoh, dan dari seorang tokoh akan muncul pula tokoh yang lain. banyaklah bergaul dan belajar dengan seseorang yang telah Anda Anggap tokoh, apakah itu sosok ulama, pejabat, penulis, ilmuwan dan sebagainya agar bisa mendapatkan ilmu bagaimana menjadi tokoh dengan baik. Serta untuk mendapatkan jaringan dari tokoh yang kita dekati ini. Semakin banyak referensi tokoh yang Anda miliki, semakin berkarakter diri Anda dalam menokohkan diri. Dari tiga paragraf ini bisa disimpulkan, tahap kedua adalah memahami karakter seorang tokoh.
Selanjutnya, tahap ketiga adalah menentukan media yang akan digunakan untuk meningkatkan ketokohan diri. Saat ini berbagai media bisa digunakan untuk meningkatkan ketokohan. Media yang paling sederhana adalah tulisan pemikiran Anda, Anda bisa memulai dengan menyumbangkan tulisan pada media yang telah tersedia, apakah itu media kampus, media daerah, dan media nasional. Mulailah rutin menulis, dengan menulis Anda akan di claim sebagai sosok yang memiliki pemikiran dan suka menyumbangkann ide yang bisa digunakan oleh banyak orang. Buat target pribadi seperti menulis di koran kampus setiap bulan, menulis di media daerah setiap 1 bulan dan menulis di media nasional setiap 2 bulan sekali. Atau, jika memang belum berkesempatan untuk menulis di media yang telah ada, mulailah menulis di media yang Anda buat sendiri, seperti website atau blog.membuat milis dengan Owner diri Anda dan diasuh langsung oleh Anda, dimana Anda rutin mengirim posting tulisan Anda yang bermanfaat. Reza Ervani dengan milis motivasi indonesia berhasil membuat ketokohan ini dengan baik, begitu pula saya mulai memcoba membangun ketokohan dengan cara ini melalui milis tanyajawabLDK. Menyempatkan diri atau memang mendedikasikan waktu Anda sebagai pemateri / pengisi acara / moderator/ peserta aktif dan kritis pada berbagai skala acara/seminar/talkshow/training dapat juga menjadi ekskalasi yang perlu dilakukan oleh Anda untuk meningkatkan kemampuan komunikasi massal serta mendongkrak ketokohan Anda. Tak lupa pula untuk membangun jaringan dengan tokoh lain, seorang tokoh dinilai sudah menjadi “tokoh” jika ia sudah punya relasi dengan tokoh lainnya.
Tiga tahap ini saya yakini menjadi cara untuk menokohkan diri Anda sebagai kader dakwah kampus yang akan mencitrakan diri Anda serta dakwah kampus pada umumnya. Dengan pencitraan positif ini diharapkan Anda bisa menjadi duta untuk memajukan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap dakwah kampus yang mampu mensuplai seorang yang bisa diterima di masyarakat. Pesan terakhir dari bagian ini adalah salah satu tantangan dalam ketokohan kader adalah ujian dunia terkait uang, jabatan dan akhlak. Kita membentengi diri dengan kedekatan pada Allah serta selalu dalam lingkungan dakwah dengan kader-kader lainnya yang selalu mengingatkan jika kita khilaf dalam bertindak.

yusuf adian ITB

Selasa, 27 Januari 2009

KEGELISAHAN DI TENGAH HIRUP PIKUK AMANAH DAKWAH YANG DIEMBAN DAN KEGALAUAN PADA PARA IKHWAH DITENGAH ADA YANG MENGAMBIL PERAN DAN MERASA BODO AMAT....

 hingga larut malam ini, dengan kendaraan yang terus berlalu lalang, juga dengan kehidupan manusia-manusia malam yang seakan tidak akan pernah mati. Namun kini hatiku tak seramai jalanan di depan kampusku ini.
Sunyi…
Itulah yang sedang kurasakan. Bergelut dengan aktifitas dakwah yang menyita banyak perhatian, baik tenaga, harta, waktu dan sebagainya, seakan menempa diriku untuk terus belajar menjadi mujahid tangguh. Tapi kini, hatiku sedang dirundung kegalauan. Galau akan saudara-saudaraku dalam barisan dakwah yang katanya amanah, komitmen, bersungguh-sungguh namun seakan semua itu hanyalah teori-teori dalam pertemuan mingguan. Hanya dibahas, ditanya-jawabkan untuk kemudian disimpan dalam catatan kecil atau buku agenda yang sudah lusuh hingga pekan depan mempertemukan mereka lagi, tanpa ada amal perbaikan yang lebih baik.
Ya…
mungkin itu yang ada dibenakku saat ini tentang su'udzhan-ku terhadap mereka, setelah seribu satu alasan untuk berhusnudzhan. Kini kutermenung kembali akan hakikat dakwah ini. Sebenarnya apa yang kita cari dari dakwah? Dimanakah yang dinamakan konsep amal jama'i yang sering diceritakan indah? Apakah itu hanya pemanis cerita tentang dakwah belaka? Apakah ini yang disebut ukhuwah? Sering terlontarkannya kata-kata "afwan akh, ana gak bisa bantu banyak…" atau sms yang berbunyi "afwan/Af1 akh, ana gak bisa datang untuk syuro malam ini…" atau kata-kata berawalan "afwan/Af1 akh…" lainnya dengan seribu satu alasan yang membuat seorang akh tidak bisa hadir untuk sekedar merencanakan strategi-strategi dakwah kedepannya. Kalau memang seperti itu hakikat dakwah maka cukup sudah.
"Izinkan aku untuk cuti dari dakwah ini",
mungkin untuk seminggu, sebulan, setahun atau bahkan selamanya. Lebih baik aku konsenstrasi dengan studiku yang kini sedang berantakan, atau dengan impian-impianku yang belum terpenuhi, atau… dengan lebih memperhatikan ibuku yang sudah semakin tua, toh tanpa aku pun dakwah tetap berjalan, bukan???
Sahabat-sahabatku… .
Memang dalam dunia dakwah yang sedang kita geluti seperti sekarang ini, tidak jarang kita mengalami konflik atau permasalahan- permasalahan. Dari sekian permasalahan tersebut terkadang ada konflik-konflik yang timbul di kalangan internal aktivis dakwah sendiri. Pernah suatu ketika dalam aktivitas sebuah barisan dakwah, ada seorang ikhwan yang mengutarakan sakit hatinya terhadap saudaranya yang tidak amanah dengan tugas dan tanggungjawab dakwahnya. Di lain waktu di sebuah lembaga dakwah kampus, seorang akhwat "minta cuti" lantaran sakit hatinya terhadap akhwat lain yang sering kali dengan seenaknya berlagak layaknya seorang bos dalam berdakwah. Pernah pula suatu waktu seorang kawan bercerita tentang seorang ikhwan yang terdzalimi oleh saudara-saudaranya sesama aktifis dakwah. Sebuah kisah nyata yang tak pantas untuk terulang namun penuh hikmah untuk diceritakan agar menjadi pelajaran bagi kita.
Ceritanya....
di akhir masa kuliahnya sebut saja si X (ikhwan yang terdzalimi) hanya mampu menyelesaikan studinya dalam waktu yang terlalu lama, enam tahun. Sedangkan di lain sisi, teman-temannya sesama (yang katanya) aktifis dakwah lulus dalam waktu empat tahun. Singkat cerita, ketika si X ditanya mengapa ia hanya mampu lulus dalam waktu enam tahun sedangkan teman-temannya lulus dalam waktu empat tahun? Apa yang ia jawab? Ia menjawab "Aku lulus dalam waktu enam tahun karena aku harus bolos kuliah untuk mengerjakan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan oleh saudara-saudaraku yang lulus dalam waktu empat tahun."
Subhanallah…

di satu sisi kita merasa bangga dengan si X, dengan militansinya yang tinggi beliau rela untuk bolos dan mengulang mata kuliah demi terlaksananya roda dakwah agar terus berputar dengan mengakumulasikan tugas-tugas dakwah yang seharusnya dikerjakan teman-temannya. Namun di sisi lain kita pun merasa sedih… sedih dengan kader-kader dakwah (saudara-saudaranya Si X) yang dengan berbagai macam alasan duniawi rela meninggalkan tugas-tugas dakwah yang seharusnya mereka kerjakan.
Sahabat….
Semoga kisah tersebut tidak terulang kembali di masa kita dan masa setelah kita, cukuplah menjadi sebuah pelajaran berharga….Bagi saya.
Semoga kisah tersebut membuat kita sadar, bahwa setiap aktifitas yang di dalamnya terdapat interaksi antar manusia, termasuk dakwah, kita tiada akan bisa mengelakkan diri dari komunikasi hati. Ya, setiap aktifis dakwah adalah manusia-manusia yang memiliki hati yang tentu saja berbeda-beda. Ada aktifis yang hatinya kuat dengan berbagai macam tingkah laku aktifis lain yang dihadapkan kepadanya. Tapi jangan pula kita lupa bahwa tidak sedikit aktifis-aktifis yang tiada memiliki ketahanan tinggi dalam menghadapi tingkah polah aktifis dakwah lain yang kadang memang sarat dengan kekecewaan-kekecewaan yang sering kali berbuah pada timbulnya sakit hati. Dan kesemuanya itu adalah sebuah kewajaran sekaligus realita yang harus kita pahami dan kita terima. Namun apakah engkau tahu wahai sahabat-sahabatku? Tahukah engkau bahwa seringkali kita melupakan hal itu? Seringkali kita memukul rata perlakuan kita kepada sahabat-sahabat kita sesama aktifis dakwah, dengan diri kita sebagai parameternya. Begitu mudahnya kita melontarkan kata-kata "afwan", "maaf" atau kata-kata manis lainnya atas kelalaian-kelalaian yang kita lakukan, tanpa dibarengi dengan kesadaran bahwa sangat mungkin kelalaian yang kita lakukan itu ternyata menyakiti hati saudara kita. Dan bahkan sebagai pembenaran kita tambahkan alasan bahwa kita hanyalah manusia biasa yang juga dapat melakukan kekeliruan. Banyak orang bilang bahwa kata-kata "afwan", "maaf" dan sebagainya akan sangat tak ada artinya dan akan sia-sia jika kita terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama.
Wahai sahabat-sahabatku…
memang benar bahwasanya aktifis dakwah hanyalah manusia biasa, bukan malaikat, sehingga tidak luput dari kelalaian, kesalahan dan lupa. Tapi di saat yang sama sadarkah kita bahwa kita sedang menghadapi sosok yang juga manusia biasa? Bukan superman, bukan pula malaikat yang bisa menerima perlakuan seenaknya.
Sepertinya adalah sikap yang naif ketika kesadaran bahwa aktifis dakwah hanyalah manusia biasa, hanya ditempelkan pada diri kita sendiri. Seharusnya kesadaran bahwa aktifis dakwah adalah manusia biasa itu kita tujukan juga pada saudara kita sesama aktivis dakwah, bukan cuma kepada kita sendiri. Dengan begitu kita tidak bisa dengan seenaknya berbuat sesuatu yang dapat mengecewakan, membuat sakit hati, yang bisa jadi merupakan sebuah kezhaliman kepada saudara-saudara kita.
Sahabat…adalah bijaksana bila kita selalu menempatkan diri kita pada diri orang lain dalam melakukan sesuatu, bukan sebaliknya. Sehingga semisal kita terlambat atau tidak bisa datang dalam sebuah aktivitas dakwah atau melakukan kelalaian yang lain, bukan hanya kata "afwan" yang terlontar dan pembenaran bahwa kita manusia biasa yang bisa terlambat atau lalai yang kita tujukan untuk saudara kita. Tapi sebaliknya kita harus dapat merasakan bagaimana seandainya kita yang menunggu keterlambatan itu? Atau bagaimana rasanya berjuang sendirian tanpa ada bantuan dari saudara-saudara kita? Sehingga dikemudian hari kita tidak lagi menyakiti hati bahkan menzhalimi saudara-saudara kita. Sehingga kata-kata "Akhi… ukhti… Izinkan aku cuti dari dakwah ini" tidak terlontar dari mulut saudara-saudara kita sesama aktifis dakwah. Semoga…

Selasa, 20 Januari 2009

AKSI LDM UIN SUNAN KALIJAGA UNTUK JALUR GAZA

Palestina adalah negeri para nabi dan rosul, yang menjadi tempat tinggal mereka dan menjadi medan da’wah bagi mereka untuk menyebarkan ajaran tauhid. Palestina merupakan negeri yang diberkahi oleh Allah SWT, menjadi tempat mi’rajnya rasulullah SAW dan merupakan tempat beradanya masjid al-aqsha yang menjadi kiblat pertama umat muslim.


Negeri suci itu kini menghadapi kondisi yang sangat memprihatinkan. Mulai dari penghancuran simbol-simbol islam, membunuh rakyat dan pejuang palestina secara membabi buta, membuat terowongan-terowongan di bawah masjid al-aqsha, pelarangan bagi umat muslim yang berumur di bawah 45 tahun untuk masuk ke masjid al-aqsha, dan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang lainnya hingga blokade dan penghancuran atas jalur gaza yang terjadi akhir-akhir ini.


Blokade dan penyerangan yang terjadi saat ini setidaknya telah menzolimi sekitar 1,5 juta jiwa yang berada di jalur gaza. Kelaparan akibat tidak adanya suplai makanan yang memasuki perbatasan jalur gaza, kekeringan akibat keringgnya mata air-mata air, rumah sakit yang tidak beroperasi karena tidak adanya suplai listrik, dan masih banyak lagi kesengsaraan-kesengsaraan yang dialami oleh rakyat palestina akibat ulah zionis.


Melihat kezoliman tersebut bukan berarti tak ada hal yang bisa kita berikan atau kita lakukan. Dukungan moral, material maupun spiritual tetap mereka butuhkan. Misalnya dengan mendoakannya, memberikan pencerdasan hingga penggalangan dana. Sebab seakan menjadi pemandangan yang telah sering kita temukan,umat islam yang acuh dan tidak peduli padahal mengaku seiman.


Oleh karena itu, kami dari Lembaga Dakwah Masjid UIN Sunan Kalijaga yogyakarta mengadakan aksi penggalangan dana adalah bukti kongkrit yang kami bisa berikan dan bisa kami lakukan.


Berawal dari niat yang tulus, tekad yang bulat, dan keniscayaan pada apa yang telah, sedang, dan akan kami berikan untuk saudara-saudara kami di tanah suci. Sebuah argumentasi pembelaan akan hak-hak asasi manusia, kebebasan berakidah, dan saling membantu. Oleh karena itu, diperlukan suatu pemikiran cerdas yang dapat diberikan bagi perjuangan pembebasan Palestina. Paling tidak hanya ini hal terkecil yang dapat kami berikan untuk menyongsong kemerdekan dan penyelesaian penjajahan di Palestina.


Dengan tema solidaritas untuk rakyat palestina dari kalijaga hingga jalur gaza LDM UIN Sunan Kilijaga mengadakan serangkaian agenda yang di antaranya Konser Nasyid, Presentasi bedah kasus palestina, Pembacaan Puisi, dan Living quotient. Yang di rencanakan akan di laksanakan pada tanggal 17 januari 2009. Namun Allah berkehendak lain! Serangkaian agenda tersebut Gagal di karenakan perijinan kampus yang tidak mengizinkan.


Dengan niat yang tulus tidak mematahkan semangat kader LDM untuk membantu rakyat palestina. Akhirnya semua agenda di ganti dengan aksi turun kejalan penggalangan dana di pertigaan lampu merah UIN sunan kalijaga. Pada tanggal 17 januari 2009 dari pukul 08.00-10.00 WIB Dan terkumpul dana sebesar Rp. 3.167.700


Senin, 14 Januari 2008

SEMANGAT LAUT

“Awalnya adalah revolusi dengan semangat meletup-letup, setelah itu adalah kerja membangun dengan kesabaran berlipat-lipat. Mulanya mungkin adalah cinta yang nyaris membuat buta, selebihnya adalah kerja sabar membina keluarga…”
Jika kita amati, ada momentum dalam hidup kita yang pada suatu ketika lebih banyak menuntut semangat ketimbang kesabaran. Sedangkan di momentum yang lain, kesabaran ternyata lebih banyak dibutuhkan.
Yang jadi pertanyaan kemudian: seberapakah proporsi semangat-kesabaran itu diperlukan dalam rentang hidup yang panjang? Seorang teman yang melankolik, lebih tepatnya suka “menggombal” (bukti kegombalannya: Ia menyebut dirinya Pangeran), pernah memberi inspirasi melalui SMS untuk merumuskan proporsi dua hal itu jadi begini: “Jika semangat itu seperti sungai, maka kesabaran harus seperti samudera”
Dengan sedikit mengabaikan kegombalan ”Sang Pangeran” itu, kita menemukan pelajaran: kesabaran ternyata jauh lebih banyak diperlukan dalam proporsi jumlah dan lama waktunya.Kita bisa melihat: fase rekonstruksi dalam penanggulangan bencana selalu lebih panjang dan membutuhkan kesabaran lebih banyak dari fase emergency-nya. Fase membina keluarga dan mendidik anak jauh lebih panjang ketimbang masa bulan madunya. Demikian pula, konsekuensi syahadat tak sebanding jika disepadankan dengan waktu pengucapannya.
Kesabaran juga lebih banyak dibutuhkan dalam perjuangan membangun negeri, karena revolusi –yang banyak menghajatkan semangat dan keberanian berlebih– ternyata tidak bisa terjadi tiap hari. Revolusi membutuhkan sekian banyak syarat yang tak tersedia di setiap zaman. Bahkan, revolusi pun ternyata harus manut jadwal, sehingga Emil Salim (sepertinya dengan bercanda) memberi judul bukunya: Revolusi Berhenti di Hari Minggu.
Semangat yang berlebih seringkali justeru jadi sebab sikap ekstrem yang kontra produktif. Sikap yang kadang harus hidup dengan adanya musuh buatan dan dramatisasi keadaan. Padahal, musuh itu kadang berwujud nafsu diri dan keadaan pun sering terlihat biasa-biasa saja.Namun, apakah makna kesabaran ketika dihubungkan dengan semangat? Fragmen sejarah berikut penting diambil pelajaran.
Anak Umar bin Abdul Aziz yang bernama Abdul Malik pernah berkata sambil emosi, “Wahai Amirul Mukminin! Apa yang engkau akan katakan kepada Rabb-mu besok, jika Dia bertanya kepadamu dengan firmannya, “Kamu melihat bid’ah tapi kamu tidak membunuhnya, atau mengetahui sunnah, tetapi kamu tidak menghidupkannya?”
Ayahnya berkata, “Wahai Anakku, sesungguhnya kaummu telah mengikat hal itu satu ikat satu ikat, ketika aku ingin memaksa mereka untuk melepaskan sesuatu yang ada di tangan mereka, saya tidak aman jika merebutnya dengan keras, karena akan semakin banyak mengeluarkan darah. Apakah kamu tidak rela, jika datang kepada ayahmu satu hari dari hari-hari di dunia ini kecuali dia telah membunuh bid’ah dan menghidupkan sunnah pada hari itu?”
Selain makna pentingnya kebertahapan, kisah Umar bin Abdul Aziz tersebut mengajarkan pula bahwa kesabaran itu bisa berarti: menebar semangat di setiap hari-hari kita. Sampai kemudian, tidak ada hari selain ada matinya satu bid’ah dan hidupnya satu sunnah di hari itu. “Apakah kamu tidak rela, jika datang kepada ayahmu satu hari dari hari-hari di dunia ini kecuali dia telah membunuh bid’ah dan menghidupkan sunnah pada hari itu?”
Sehingga, orang yang sabar sebenarnya adalah orang yang selalu bersemangat di semua hari-harinya, bukan orang yang lemah, lamban lagi menjemukan. Bukan pula seperti orang miskin yang tak memahami artinya kaya sehingga ia terus bertahan dalam kemiskinannya. Orang yang sabar adalah mereka yang punya cita, terus berjuang, sampai kemudian ia berhasil, mengerti dan mendapat hikmah dari kegagalan yang pernah dialaminya. Orang sabar adalah orang yang selalu progresif, selalu punya agenda dakwah, meminjam istilah Umar: membunuh bid’ah dan menghidupkan sunnah setiap hari. Dan semuanya itu tak mungkin tanpa semangat yang terdistribusi secara proporsional.
Ketika dakwah ini punya semboyan: hamasatus-sabab wa hikmatusy-syuyukh, semangatnya para pemuda dan hikmahnya para orang tua, mestinya hubungan antar keduanya itu kita pahami seperti hubungan antara sungai dan laut. Semangat itu harus sambung-menyambung hingga menjelma jadi samudera hikmah dan kesabaran yang dinamis, karena kesabaran –pada hakekatnya ternyata– adalah semangat yang melaut. Kesabaran bukan aliran air sungai yang menggenang di rawa-rawa, tetapi aliran sungai yang melaut dan menjadikannya ombak yang terus bergerak.
Dan ketika mendengar Yusuf Al-Qaradhawy ceramah dengan berapi-api di Jakarta beberapa waktu lalu, kita pun jadi menemukan contoh: begitulah sosok hamasatus-sabab wa hikmatusy-syuyukh ketika menjelma utuh jadi satu pribadi. Al-Qaradhawy telah menjadikan semangatnya melaut hingga jadi kesabaran yang dinamis. Dengan kesabarannya itulah ia melahirkan sikap moderat, karya-karya besar dan ceramah yang menggerakkan. Wallahu A’lam.